TUGAS
KELOMPOK
Asuhan
Keperawatan Stroke
![]() |
Disusun sebagai Bahan Persentase MataKuliah Keperawatan Klinik IV
DISUSUN
OLEH KELOMPOK 4 :
1. ALPRISCA
TANGAGULING (0101040005)
2. BILQIS
RISKINA (0101040067)
3. CHINDI
MALPO PAINTU (0101040006)
4. DIAN
FEBRIANI (0101040004)
5. EFITA
RUSDIANA (0101040052)
6. FIONA
ARINI KHAN (0101040058)
7. MAHMUDAH
RAHMAWATI (0101040035)
8. NADYA
DIANFIYANTI (0101040071)
9. SILVIA
HIDAYANTI (0101040073)
10. SITI
SULIKHAH (0101040034)
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2012
KATA PENGANTAR
Dengan
memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN STRUK”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk
menyelesaikan tugas dari matakuliah Keperawatan Klinik IV. Dalam penulisan
makalah ini juga, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, karena kami merasa
masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki kami. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat tuntunan-Nya dan bimbingan dari
berbagai pihak, sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi.
Untuk itu dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada semua pihak yang telah bersedia membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. Selain itu kami juga mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak, demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Jayapura, 22
Maret 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
...................................................................................1
1.1
Latar
Belakang.....................................................................................................1
1.2
Perumusan Masalah………...…………...……...…………...…………………..1
1.3
Tujuan...................................................................................................................2
BAB II KONSEP MEDIS…………….……………………………..…...……..3
2.1
Pengertian
Struk……....………...........................................................................3
2.2
Etiologi Struk………………................................................................................3
2.2
Faktor Resiko Struk………………………………………………………..……4
2.3
Patofisiologi Struk................................................................................................4
2.4
Manifestasi Klinis Struk………………………………………………...………5
2.5
Diagnosa Klinis Struk………………………………………………………...…6
2.6
Penatalaksanaan Struk………………………………………………………......6
BAB III KONSEP KEPERAWATAN……….………………………...……....9
3.1
Pengkajian………...……….................................................................................9
3.2
Diagnosa Keperawatan.......................................................................................13
3.3
Intervensi dan Rasional…………………..……………………………………14
BAB IV PENUTUP………………………………...………………………....23
4.1
Kesimpulan........................................................................................................23
4.2
Saran...................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA………………………………..………………………..25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penderita
Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap
penderita penyakit syaraf. Karena, selainmenimbulkan beban ekonomi bagi
penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi
pemerintah dan perusahaan asuransi kesehatan.
Berbagai fakta
menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih merupakanmasalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan
pada umumnya.Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan stroke yangmencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan
promotif.
Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap, tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita stroke yang terusmeningkat
dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan stroke yang cepat,tepat dan
akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis
menyusun makalah mengenai stroke yang
menunjukan masih menjadi salahsatu pemicu kematian tertinggi di Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian Struk ?
1.2.2 Apa Etiologi Struk ?
1.2.3 Apa faktor resiko Struk ?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi Struk
1.2.5 Apa Manifestasi Klinis dari Stuk ?
1.2.6 Apa
saja Diagnosa Klinis Struk ?
1.2.7 Bagaimana
Penatalaksanaan Struk ?
1.2.8 Bagaimana
Asuhan Keperawata dari Struk ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Pengertian
Struk.
1.3.2 Mengetahui Etiologi Struk.
1.3.3 Mengetahui Faktor resiko Struk.
1.3.4 Mengetahui Patofisiologi Struk .
1.3.5 Mengetahui Manifestasi Klinis Struk.
1.3.6 Mengetahui Diagnosa Klinis Struk.
1.3.7 Mengetahui Penatalaksanaan Struk.
1.3.8 Mengetahui Asuhan Keperawatan dari Struk.
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1
Pengertian
Stroke = Cerebro Vascular
Accident (CVA) = Cerebro Vascular
Disease (CVD) = Apoplexy adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat
timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau
tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.
Stroke merupakan
salah satu penyebab kematian
dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia.
Serangan ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat. Karena stroke adalah syndrome
klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa defisit
neurologis fokal dan/atau
global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini sementara, beberapa
detik hingga beberapa
jam (kebanyakan 10 –
20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut
sebagai serangan Iskemia
Otak Sepintas (Transient Ischaemia Attack = TIA).
Pengenalan tanda dan gejala gangguan peredaran
darah otak lebih dini, akan sangat membantu
dalam hal penegakan diagnosis dan upaya terapi yang tepat dan benar. Pertolongan secara dini, tepat
dan benar bertujuan untuk menurunkan angka kematian, mengurangi kecacatan yang bakal terjadi, serta menghemat biaya dan waktu perawatan
di rumah sakit.
2.2
Etiologi
Stroke dapat
disebabkan karena faktor-faktor berikut ini :
a)
Penyumbatan
pembuluh darah oleh karena jendalan/gumpalan darah (thrombus
atau embolus).
b)
Robek atau pecahnya pembuluh darah.
c)
Adanya penyakit-penyakit pada pembuluh darah.
d)
Adanya gangguan susunan komponen darah
Secara garis
besar, stroke di bagi dalam 2
kategori besar, yaitu :
a) Stroke Non-Haemorrhagic
(SNH) Iskemik :
1) Emboli.
2) Aterotrombotik
(penyakit pembuluh
darah sedang-besar).
3) Malformasi arteri-vena.
4) Trombosis.
5) Migren.
6) Hiperkoagulasi
darah.
7) Penyalahgunaan
obat (kokain atau amfetamin).
8) Kelainan darah.
b. Stroke Haemorraghic (SH) ;
1) Infark
otak (80%).
2) Perdarahan
intracerebral (15%).
3) Perdarahan sub arachnoid (5%).
2.3
Faktor Resiko
a)
Faktor
non-modified
Faktor yang tidak dapat diubah usia, jenis kelamin
pria, ras, riwayat keluarga,
riwayat TIA atau stroke, PJK, fibrilasi atrium,
heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.
b)
Faktor
Modified
Faktor yang dapat diubah hipertensi, diabetes melitus, smoking,
penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimptomatis, hyperlipidemia (obesitas), dan hyperkolesterolemia.
2.4
Patofisiologi
Dasar-dasar
vaskularisasi otak :
a) Sepasang pembuluh darah karotis denyut pembuluh darah besar ini dapat diraba di leher depan,
sebelah kiri dan kanan dibawah
mandibula. Arteri carotis
masuk ke dalam kranial bercabang menjadi 3 (tiga), yaitu arteri
serebri anterior, arteri
serebri media dan arteri serebri
posterior. Ketiganya saling berhubungan melalui pembuluh darah yang disebut arteri communis
anterior dan arteri communis
posterior.
b) Sepasang pembuluh
darah vertebralis, denyut pembuluh
darah ini tidak dapat diraba
karena terletak menyelusup dibagian
samping tulang leher (servicalis). Arteri
ini memperdarahi batang otak dan kedua otak kecil
(cerebellum).
Kedua pembuluh darah besar ini di dalam rongga kranial
akan saling berhubungan, dan membentuk anyaman pembuluh darah yang dikenal
dengan nama “Sirkulasi Willisi”. Pada permukaan
otak pembuluh darah ini akan saling berhubungan disebut
dengan “Anastomosis”.
2.5
Manifestasi
Klinis
a)
Stroke non-haemorrhagic (SNH) (iskemik) gejala utamanya adalah timbulnya
defisit neurologis.
Secara mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun
pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya
terjadi pada usia > 50 tahun.
b)
Stroke Heamorrhagic menurut WHO diklasifikasikan menjadi
:
1.
Perdarahan
intracerebral
Mempunyai gejala
prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi.
Serangan seringkali siang
hari, saat aktifitas atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya
hebat sekali. Mual dan muntah
sering terdapat pada permulaan serangan. Kesadaran biasanya cepat
menurun dan cepat masuk coma (65% terjadi
kurang dari ½ jam, 23% antara
½ - 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam – 19 hari).
2.
Perdarahan subarachnoid
Gejala prodromal berupa nyeri kepala hebat dan akut.
Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi
bila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri carotis interna.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya. Manisfestasi klinis stroke akut dapat berupa :
a. Hemiparesis kelumpuhan wajah atau anggota
badan yang timbul
mendadak.
b. Hemisensorik
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
c. Perubahan mendadak status mental confusion, delirium,
letargi, stupor, coma.
d. Afasia
bicara tidak lancar, kurangnya ucapan,
atau kesulitan memahami ucapan.
e. Disartria
bicara pelo atau cadel.
f. Hemianopia
/ monokuler atau diplopia gangguan
penglihatan.
g. Ataksia
trunkal atau anggota badan.
h. Vertigo,
mual dan muntah atau nyeri kepala
2.6
Diagnosa
Klinis
a) Anamnesis
klinis dan pemeriksaan
fisis-neurologis.
b) Sistem
score untuk membedakan jenis stroke.
c) CT
Scan merupakan pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan perdarahan.
d) MRI
lebih sensitif dari CT Scan dalam mendeteksi infark cerebri dini dan infark batang otak.
2.7
Penatalaksanaan
Stoke akut di Unit
Gawat Darurat
Waktu adalah
otak yang merupakan
ungkapan yang menunjukkan betapa pentingnya pengobatan stroke sedini mungkin,
karena “jendela terapi”
dari stroke hanya 3 - 6
jam. Penatalaksanaan yang cepat, tepat dan cermat memegang
peranan besar dalam menentukan hasil akhir
pengobatan. Hal yang harus dilakukan
adalah :
a)
Stabilitas klien dengan tindakan Air way, Breathing dan Circulating.
b)
Pertimbangkan intubasi bila kesadaran
stupor atau coma atau gagal nafas.
c)
Infus intavena dengan cairan normasalin
0,9% 20 ml/jam, jangan pakai cairan hipotonis
edema otak.
d)
Berikan oksigen 2-4 liter/menit.
e)
Pertimbangkan pemberian nutrisi melalui
NGT.
f)
EKG.
g)
Pemeriksaan darah dan urine.
Perawatan umum
Kebanyakan morbiditas dan mortalitas stroke berkaitan dengan
komplikasi non neurologis, yang dapat diminimalkan seperti berikut
ini :
1.
Demam.
2.
Nutrisi.
3.
Hidrasi intravena hipovolemia.
4.
Glukosa
hiperglikemia dan hipoglikemia.
5.
Perawatan paru.
6.
Aktifitas immobilisasi.
7.
Neurorestorasi dini stimulus sensorik,
kongnitif, memory, bahasa, emosi
serta visuospasial.
8.
Perawatan vesica .
Pencegahan
1) Pencegahan primer
a.
Kampanye
nasional terintegrasi.
b.
Memasyarakatkan
gaya hidup sehat bebas stroke ;
1.
Menghindari rokok, stress mental,
alkohol, kegemukan, konsumsi
garam berlebihan, obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
2.
Mengurangi kolesterol dan lemak dalam
makanan.
3.
Mengendalikan hipertensi, DM, penyakit
jantung dan penyakit
vascular lainnya.
4.
Menganjurkan konsumsi gizi seimbang
dan olahraga teratur.
2) Pencegahan sekunder
a.
Modifikasi gaya hidup beresiko stroke
dan faktor resiko.
b.
Melibatkan peran keluarga seoptimal
mungkin.
c.
Obat-obatan yang digunakan.
d.
Tindakan invasive.
Neurorestorasi
dan Neurorehabilitasi
a.
Kerjasama tim yang dipimpin
oleh dokter spesialis syaraf dan dibantu oleh perawat khusus stroke,
pertugas terapi fisik
dan okupasional, petugas
terapi wicara serta
ahli gizi dengan
melibatkan peran keluarga dan petugas sosial (bila ada).
b.
Harus
dilaksanakan sedini mungkin
dengan memperhatikan faktor-faktor gangguan motorik, sensorik, kognitif, komunikasi,
visual dan emosi.
c.
Mobilisasi aktif sedini mungkin
secara bertahap sesuai
toleransi setelah kondisi
neurologis dan hemodinamik
stabil.
BAB III
KONSEP
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan
landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi
arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan,
yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan.
a.
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan
informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik,
psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status
ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
1)
Identitas
klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan
terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2)
Keluhan
utama
Biasanya didapatkan kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3)
Riwayat
penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4)
Riwayat
penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes
militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5)
Riwayat
penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
6)
Riwayat
psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang
sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat
mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7)
Pola-pola
fungsi kesehatan :
a.
Pola
persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok,
penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b.
Pola nutrisi
dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c.
Pola
eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine
dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.
d.
Pola
aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
e.
Pola tidur
dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran
untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
f.
Pola
hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran
karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g.
Pola
persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak
ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h.
Pola sensori
dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami
gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka
dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan
memori dan proses berpikir.
i.
Pola
reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah
seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
j.
Pola
penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan
untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k.
Pola tata
nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh.
8)
Pemeriksaan
Fisik :
a.
Keadaan umum
1)
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
2)
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
3)
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut
nadi bervariasi
b.
Pemeriksaan
integument
1)
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu
perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu.
2)
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
3)
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c.
Pemeriksaan
kepala dan leher
1)
Kepala : bentuk normocephalik.
2)
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi.
3)
Leher : kaku kuduk jarang terjadi.
d.
Pemeriksaan
dada
Pada pernafasan kadang didapatkan
suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan
e.
Pemeriksaan
abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik
usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f.
Pemeriksaan
inguinal, genetalia, anu
Kadang terdapat incontinensia atau
retensio urine
g.
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada
salah satu sisi tubuh.
h.
Pemeriksaan
neurologi :
1)
Pemeriksaan
nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central.
2)
Pemeriksaan
motori
Hampir selalu terjadi
kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
3)
Pemeriksaan
sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
4)
Pemeriksaan
reflex
Pada fase akut reflek fisiologis
sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
9)
Pemeriksaan
penunjang :
a.
Pemeriksaan
radiologi
1.
CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2.
MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
3.
Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
4.
Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b.
Pemeriksaan
laboratorium
1.
Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2.
Pemeriksaan darah rutin.
3.
Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat
terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan
kemudian berangsur-angsur turun kembali.
4.
Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan
pada darah itu sendiri.
b.
Analisa data
Analisa data
merupakan kegiatan intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
mengklasifikasi, mengelompokkan, mengkaitkan data dan akhirnya menarik
kesimpulan.
3.2 Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu
pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan
keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi.
a)
Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intracerebral.
b)
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia.
c)
Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan
sensori, penurunan penglihatan.
d)
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
penurunan sirkulasi darah otak.
e)
Gangguan eliminasi alvi(konstipasi) berhubungan dengan
imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
f)
Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan
otot mengunyah dan menelan.
g)
Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan
dengan hemiparese/hemiplegic.
h)
Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan
tirah baring lama.
i)
Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.
j)
Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang
berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron.
3.3 Intervensi
dan Rasional
Setelah merumuskan diagnosa
keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas
keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan
mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien
adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan
kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.
Intervensi dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
a) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intra cerebral.
Tujuan : Perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria
hasil :
1.
Klien tidak gelisah.
2.
Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang.
3.
GCS 456.
4.
Pupil isokor, reflek cahaya (+).
5.
Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit,
suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit).
Rencana tindakan
:
1.
Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang
sebab-sebab peningkatan TIK dan akibatnya.
2.
Anjurkan kepada klien untuk bed rest totat.
3.
Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelain
tekanan intrakranial tiap dua jam.
4.
Berikan posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak
jantung ( beri bantal tipis).
5.
Anjurkan klien untuk menghindari batukdan mengejan
berlebihan.
6.
Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
7.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor.
Rasional :
1.
Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan.
2.
Untuk mencegah perdarahan ulang.
3.
Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien
secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4.
Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage
vena dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5.
Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra
kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang.
6.
Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenagngan mingkin diperlukan untuk
pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan
lainnya.
7.
Memperbaiki sel yang masih viable.
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegia.
Tujuan : Klien mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria
hasil :
1.
Tidak terjadi kontraktur sendi.
2.
Bertabahnya kekuatan otot.
3.
Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan
mobilitas.
Rencana
tindakan :
1.
Ubah posisi klien tiap 2 jam.
2.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrimitas yang tidak sakit.
3.
Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit.
4.
Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya.
5.
Tinggikan kepala dan tangan.
6.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik
klien
Rasional :
1.
Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.
2.
Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan
otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
3.
Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya
bila tidak dilatih untuk digerakkan.
c) Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan
penurunan sensori penurunan penglihatan.
Tujuan : Meningkatnya
persepsi sensorik secara optimal.
Kriteria
hasil :
1.
Adanya perubahan kemampuan yang nyata.
2.
Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
Rencana
tindakan :
1.
Tentukan kondisi patologis klien.
2.
Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan persepsi.
3.
Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten
dan seksama.
4.
Observasi respon perilaku klien, seperti menangis,
bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat.
5.
Berbicaralah dengan klien secara tenang dan gunakan
kalimat-kalimat pendek.
Rasional :
1.
Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami
gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan.
2.
Untuk mempelajari kendala yang berhubungan dengan
disorientasi klien.
3.
Agar klien tidak kebingungan dan lebih konsentrasi.
4.
Untuk mengetahui keadaan emosi klien.
5.
Untuk memfokuskan perhatian klien, sehingga setiap
masalah dapat dimengerti.
d) Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah otak.
Tujuan : Proses
komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal.
Kriteria
hasil :
1.
Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien
dapat dipenuhi.
2.
Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal
maupun isyarat.
Rencana
tindakan :
1.
Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan
bahasa isyarat.
2.
Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi.
3.
Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan
pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”.
4.
Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi
dengan klien.
5.
Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi.
6.
Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan bicara.
Rasional :
1.
Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan
klien.
2.
Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang
lain.
3.
Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat
komunikasi.
4.
Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi
yang efektif.
5.
Memberi semangat pada klien agar lebih sering
melakukan komunikasi.
6.
Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan
baik dan benar.
e) Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegic.
Tujuan : Kebutuhan
perawatan diri klien terpenuhi.
Kriteria
hasil:
1.
Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
dengan kemampuan klien.
2.
Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas
untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rencana
tindakan :
1.
Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam
melakukan perawatan diri.
2.
Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan
aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh.
3.
Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat
dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
4.
Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha
yang dilakukannya atau keberhasilannya.
5.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi.
Rasional :
1.
Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan
kebutuhan secara individual.
2.
Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha
terus-menerus.
3.
Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah
frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk
diri-sendiri untuk emepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan.
4.
Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta
mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu.
5.
Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan
rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus.
f) Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan.
Tujuan : Tidak
terjadi gangguan nutrisi.
Kriteria
hasil :
1.
Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan.
2.
Hb dan albumin dalam batas normal.
Rencana
tindakan :
1.
Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan
reflek batuk.
2.
Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, seama
dan sesudah makan.
3.
Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika dibutuhkan.
4.
Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak
terganggu.
5.
Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang
tenang.
6.
Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair,
makan lunak ketika klien dapat menelan air.
7.
Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan.
8.
Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan.
9.
Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran
melalui iv atau makanan melalui selang.
Rasional :
1.
Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan
pada klien.
2.
Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
gravitasi.
3.
Membantu dalam melatih kembali sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler.
4.
Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap)
yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan.
5.
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa
adanya distraksi/gangguan dari luar.
6.
Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya
didalam mulut, menurunkan terjadinya aspirasi.
7.
Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan
merunkan resiko terjadinya tersedak.
8.
Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan.
9.
Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti
dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui
mulut.
g) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubngan dengan
imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : Klien tidak
mengalami kopnstipasi.
Kriteria
hasil :
1.
Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa
menggunakan obat.
2.
Konsistensifses lunak.
3.
Tidak teraba masa pada kolon ( scibala ).
4.
Bising usus normal ( 15-30 kali permenit ).
Rencana
tindakan :
1.
Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang
penyebab konstipasi.
2.
Auskultasi bising usus.
3.
Anjurkan pada klien untuk makan maknanan yang
mengandung serat.
4.
Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari)
jika tidak ada kontraindikasi.
5.
Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
6.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak
feses (laxatif, suppositoria, enema).
Rasional :
1.
Klien dan keluarga akan mengerti tentang penyebab
obstipasi.
2.
Bising usu menandakan sifat aktivitas peristaltik.
3.
Diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang
peristaltik dan eliminasi regular.
4.
Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan
konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular.
5.
Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus oto abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltik.
6.
Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air
usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
h) Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama.
Tujuan : Klien mampu
mempertahankan keutuhan kulit.
Kriteria
hasil :
1.
Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka.
2.
Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka.
3.
Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.
Rencana
tindakan :
1.
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion)
dan mobilisasi jika mungkin.
2.
Rubah posisi tiap 2 jam.
3.
Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah
daerah-daerah yang menonjol.
4.
Lakukan massage pada daerah yang menonjol yang baru
mengalami tekanan pada waktu berubah posisi.
5.
Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi
area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi.
6.
Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari
trauma, panas terhadap kulit.
Rasional :
1.
Meningkatkan aliran darah kesemua daerah.
2.
Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3.
Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang
menonjol.
4.
Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler.
5.
Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
6.
Mempertahankan keutuhan kulit.
i)
Resiko
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
Tujuan: Jalan nafas
tetap efektif.
Kriteria
hasil :
1.
Klien tidak sesak nafas.
2.
Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas
tambahan.
3.
Tidak retraksi otot bantu pernafasan.
4.
Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit.
Rencana
tindakan:
1.
Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang
sebab dan akibat ketidakefektifan jalan nafas.
2.
Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
3.
Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari).
4.
Observasi pola dan frekuensi nafas.
5.
Auskultasi suara nafas.
6.
Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum
klien.
Rasional:
1.
Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
2.
Perubahan posisi dapat melepaskan sekret darim saluran
pernafasan.
3.
Air yang cukup dapat mengencerkan secret.
4.
Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan
nafas.
5.
Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas.
6.
Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan
paru-paru.
j)
Gangguan
eliminasi uri (incontinensia uri) yang berhubungan dengan kehilangan tonus
kandung kemih, kehilangan kontrol sfingter, hilangnya isarat berkemih.
Tujuan : Klien mampu
mengontrol eliminasi urinnya.
Kriteria
hasil :
1.
Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya
inkontinensi.
2.
Tidak ada distensi bladder.
Rencana
tindakan :
1.
Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal
berkemih sering.
2.
Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam
hari.
3.
Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal).
4.
Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara
berkemih pada jadwal yang telah direncanakan.
5.
Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal
(sedikitnya 2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi).
Rasional :
1.
Berkemih yang sering dapat mengurangi dorongan dari
distensi kandung kemih yang berlebih.
2.
Pembatasan cairan pada malam hari dapat membantu
mencegah enuresis.
3.
Untuk melatih dan membantu pengosongan kandung kemih.
4.
Kapasitas kandung kemih mungkin tidak cukup untuk
menampung volume urine sehingga memerlukanuntuk lebih sering berkemih.
5.
Hidrasi optimal diperlukan untuk mencegah infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal.
3.4 EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah akhir
dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah kegiatan yang di sengaja dan
terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota tim kesehatan
lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi,
dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke = Cerebro Vascular
Accident (CVA) = Cerebro Vascular
Disease (CVD) = Apoplexy adalah gangguan fungsi syaraf yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat
timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala atau
tanda yang sesuai dengan daerah yang
terganggu.
Stroke dapat disebabkan
karena beberapa faktor, antara lain : penyumbatan
pembuluh darah oleh karena jendalan/gumpalan darah (thrombus
atau embolus), robek atau pecahnya pembuluh darah, adanya penyakit-penyakit pada pembuluh darah, dan adanya
gangguan susunan komponen darah. Selain itu, factor resiko juga dapat
mempengaruhi terjadinya stoke, antara lain : faktor non-modified, dan faktor
modified.
Manisfestasi klinis
stroke antara lain : hemiparesis kelumpuhan
wajah atau anggota
badan yang timbul
mendadak, hemisensorik
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan, Perubahan mendadak status mental confusion, delirium,
letargi, stupor, coma, afasia bicara tidak lancar,
kurangnya ucapan, atau kesulitan
memahami ucapan, disartria
bicara pelo atau cadel, hemianopia / monokuler atau diplopia gangguan penglihatan,
ataksia trunkal atau anggota badan,
vertigo, mual dan muntah atau nyeri
kepala.
4.2 Saran
Untuk penderita tekanan darah tinggi biasanya tidak
diberikan antikoagulan dan juga pada pasien dengan perdarahan otak, karena akan
menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Selain itu, penderita stroke
biasanya diberikan oksigen dan dipasang infuse untuk memasukkan cairan dan zat
makanan. Pada stoke in evolution, diberikan antikoagulan (misalnya heparin),
tetapi obat ini tidak diberikan jika telah terjadi komplikasi.
Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki alirandarah
ke daerah tersebut tidak akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu
biasanya tidak dilakukan pembedahan.
Pengangkatan sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah
stroke ringanatau
transient ischemic
attack, ternyata
bisa mengurangi risiko terjadinyastroke
di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke berulang.
Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderitastroke
akut, biasanya diberikan
manitol atau
kortikosteroid. Penderita strokeyang
sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping
itu, perlu perhatiankhusus kepada fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan
kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena penekanan).
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi,
Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, dan Siti Setiati. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
V. Jakarta Pusat : Interna Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar