Annyeong haseyo,,,,,

Welcome to my blog.....
Have enjoy in my world this blog,,,

Urineun ELF oeyo...... ^_^
Gamsahamnida.........

Kamis, 10 Mei 2012

CESTODA (CACING PITA)


TUGAS INDIVIDU
CESTODA (CACING PITA)
MATAKULIAH MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI








DISUSUN OLEH:
NAMA : NADYA DIANFIYANTI
NIM : 0101010071
SEMESTER : IV (REGULER)



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2012




CESTODA (CACING PITA)

A.    Definisi
Cacing dalam kelas cestoda disebut sebagai cacing pita, hal ini karena bentuk tubuh cacing tersebut yang panjang dan pipih menyerupai pita. Cacing ini tidak mempunyai saluran pencernaan ataupun pembuluh darah. Tubuhnya memanjang dan terbagi atas segmen-segmen yang disebut proglotida dan segmen ini bila sudah dewasa akan berisi alat  reproduksi jantan dan betina. Infeksi cacing pita bisa disebut juga dengan Taeniasis. (credit by : Definisi Cacing Pita (Cestoda) oleh Nurey melalui http://nureynurey.wordpress.com).

B.     Ciri Cestoda
1.      Semua anggota cestoda memiliki struktur yang pipih dan tertutup oleh kutikula.
2.      Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih panjang seperti pita.
3.      Tubuh cacing pita panjangnya antara 2m - 3m dan terdiri dari :
a)     Kepala (skoleks), kepala (skoleks) dilengkapi dengan lebih dari dua alat pengisap.
b)     Leher, tidak bersegmen, setelah skoleks kemdian lanjut ke leher.
c)     Tubuh (strobila), terdiri dari segmen-segmen (proglotid) dan setiap segmen yang menyusun strobila mengandung alat perkembangbiakan. Makin ke posterior segmen makin melebar dan setiap segmen (proglotid) merupakan satu individu dan bersifat hermafrodit.
4.      Cacing pita biasanya hidup sebagai parasit dalam usus vertebrata dan tanpa alat pencernaan.
5.      Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makanan melalui permukaan tubuhnya secara osmosis.
6.      Penyerapan sari makanan terjadi dari usus halus inangnya melalui seluruh permukaan proglotid.
7.      Sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya, hal ini karena cacing pita tidak memiliki mulut dan sistem pencernaan, skoleks hanya untuk menempelkan dirinya ke usus.
8.      Skoleks pada jenis Cestoda tertentu seperti Taenia solium selain memiliki alat pengisap, juga memiliki kait (rostelum).
9.      Rostelum berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya.
10. Dibelakang skoleks pada bagian leher terbentuk proglotid.
11. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium).
12. Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri dan mempunyai rumah tangga sendiri ( metameri).
13. Proglotid yang dibuahi ( yang matang ) terdapat di bagian posterior / paling bawah tubuh cacing.
14. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersamaan dengan tinja.
15. Sistem eksresi cacing pita terdiri dari saluran pengeluaran yang berakhir dengan sel api.
16. Sistem saraf pada cacing pita sama seperti Planaria dan cacing hati, tetapi kurang berkembang.
17. Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna, atau belum matang.
18. Inang pernatara Cestoda adalah hewan ternak misalnya Sapi yang tubuhnya terdapat Cisticercus jenis Taenia saginata yang ada pada ototnya sedangkan pada Babi tubuhnya terdapat Cisticercus jenis Taenia solium yang ada pada ototnya.
19. Di Kedua ternak itu Cacing pita hanya sementara terjadi cyclus ditubuhnya hingga membentuk Cysticercus.
20. Di sapi dan babi tidak dijumpai cacing pita dalam bentuk Dewasa ( yang dewasa di tubuh manusia) tetapi hanya dalam bentuk larva.
21. Agar seseorang tidak terkena Taeniasis maka makanan dagingnya harus dimasak dengan matang, dan bila seseorang yang terkena Taeniasis jangan buang air besar di sembarang tempat, seperti di lingkungan terbuka atau di tempat yang biasa hewan ternak mencari makanan, karena Fesesnya yang ada telurnya sangat kuat di lingkungan, seperti rerumputan yang akan dimakan sama ternak tersebut.
22. Pemberian obat anti cacing sangat dianjurkan. Obat-obatan ini bisa diminum golongan obat anticacing albendazole dosis sehari 500 mg lebih baik , biasanya dosis 250 cacing mati dalam bentuk utuh.

(credit by : Desktop Materi – Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia oleh Isharmanto melalui http://biologigonz.blogspot.com)









C.     Klasifikasi Cestoda
Caestoda di klasifikasikan menjadi beberapa, antara lain :
1.      Taenia saginata (dalam usus manusia) di bawa oleh sapi.
2.      Taenia solium (dalam usus manusia) dibawa oleh babi.
3.      Choanotaenia infudibulum (dalam usus ayam).
4.      Echinococcus granulosus (dalam usus anjing).
5.      Diphyllobothrium latum (menyerang manusia melalui inang katak, ikan, Cyclops Udang udangan).
6.      Hymnelopsis nana ( di usus manusia , tikus tanpa inang perantara)
(credit by : Desktop Materi – Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia oleh Isharmanto melalui http://biologigonz.blogspot.com)

Dari beberapa klasifikasi tersebut, akan dibahas 2 klasifikasi cestoda, yaitu : Taenia Saginata dan Taenia Solium.
Gambar 1.1 Perbedaan struktur Cacing pita pada Sapi dan Babi
Sumber : http://nureuynurey.wordpress.com














1)      Taenia Saginata
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjcne1it-XyO9Chm4Z8mbqW7yX5R0MuxA2mL938Nqqtdurm5Fn9u3y4r_y4LaEJoR3M8IZTVJlf-yfR2ESV6BEQXE27jkoByk45ZqILKbwCQHwfpWPm-BCWeMQwIqm2qjxpMaIyPmgZXSCm/s320/taenia+Saginata.bmp
Gambar 1.2 Bentuk Taenia Saginata
Credit by : Desktop Materi – Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia oleh Isharmanto melalui http://biologigonz.blogspot.com

Cacing pita ini adalah cacing pita yang paling sering ditemukan pada manusia dan ditemukan di semua negara yang orang-orangnya mengkonsumsi daging sapi. Cacing ini  panjangnya sekitar 3-5 m dan terdiri dari 2000 proglotida. Scoleksnya mempunyai 4 batil isap yang dapat menghisap sangat kuat.
a.      Morfologi T. saginata
1.      Cacing dewasa panjangnya 4-10 m.
2.      Memiliki 1000 –2000 proglotid.
3.      Memiliki skoleks dengan diameter 1 –2mm.
4.      Skoleks taenia saginata terdapat rostrum tetapi tidak mempunyai Rostelum (kait).
5.      Mempunyai 4 penghisap tanpa hook.
6.      Jenis cacing ini kurang berbahaya bagi manusia dibandingkan taenia solium.
(credit by : Desktop Materi – Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia oleh Isharmanto melalui http://biologigonz.blogspot.com)






b.      Daur hidup T. Saginata
Gambar 1.3 Daur Hidup Taenia Saginata
Credit by : Biologi Edukasi oleh Elgisha melalui http://biologiedukasi.blogspot.com

1.      Dalam usus manusia terdapat proglotid yang sudah masak yang mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio).
2.      Telur yang berisi embrio ini keluar bersama feses.
3.      Bila telur termakan sapi, dan sampai pada usus sapi, akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkosfer.
4.      Larva onkosfer menembus usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limfa, kemudian sampai ke otot lurik dan membentuk kista yang disebut Cysticercus bovis (larva cacing). Kista akan membesar dan membentuk gelembung yang disebut cysticercus (sitiserkus).
5.      Manusia akan tertular cacing ini apabila memakan daging sapi yang masih mentah atau setengah matang.
6.      Dinding cyticercus akan dicerna di lambung sedangkan larva dengan skoleks menempel pada usus manusia.
7.      Kemudian larva akan tumbuh membentuk proglotid yang dapat menghasilkan telur.
8.      Bila proglotid masak, akan keluar bersama feses, kemudian termakan oleh sapi.
9.      Selanjutnya telur berisi embrio tadi dalam usus sapi akan menetas menjadi larva onkosfer.
10.  Setelah itu larva akan tumbuh dan berkembang mengikuti siklus hidup seperti sebelumnya.
(credit by : Biologi Edukasi oleh Elgisha melalui http://biologiedukasi.blogspot.com)

c.       Patogenitas
1.      Penderita taeniasis sendiri dimana tinjanya mengandung telur atau proglotid.
2.      Hewan (terutama ) babi, dan sapi yang mengandung cysticercus.
3.      Makanan / minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur-telur cacing pita.
(credit by : Cestoda (Tugas Mikrobiologi) oleh Nurey melalui http:/nureynurey.wordpress.com).

2)      Taenia Solium
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjSYAytuX1j44gPiiBd_vu8nob-Q9vLFmlr6pYfmjmCwYuAGe9DdMtYBPYLfqMk5ilorNy-tveuPWcgahzUrm-8ZYfAmG2G5TxnjKzJ9gemW0mWwsBQ_gAfgrPU8TF-lVzwqKEfR2QbEQ1V/s320/cestoda+taenia+solium+scolex+proglotid.bmp
Gambar 1.4 Struktur Taenia Solium (Cacing Pita pada Babi)
Credit by : Desktop Materi – Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia oleh Isharmanto melalui http://biologigonz.blogspot.com

Merupakan cacing pita babi yang paling berbahaya pada manusia, karena kemungkinan terjadinya infeksi sendiri oleh cysticercus dapat terjadi. Cacing dewas panjangnya 1,8-3 m.
a)      Morfologi T. Solium
1.      Cacing dewasa panjangnya 4-10 m.
2.      Bentuknya pipih.
3.      Memiliki 1000 –2000 proglotid.
4.      Memiliki scoleks dengan diameter 1 –2mm.
5.      Disebelah belakang skoleks terdapat leher/daerah perpanjangan (strobilus).
6.      Mempunyai 4 penghisap (Rostrum) tanpa hook.
7.      Mempunyai alat kait (Rostellum) yang dapat melukai dinding usus.
(credit by : Desktop Materi – Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia oleh Isharmanto melalui http://biologigonz.blogspot.com)

b)      Daur Hidup Taenia solium
Gambar 1.5 Daur Hidup Taenia Solium
Credit by : Biologi Edukasi oleh Elgisha melalui http://biologiedukasi.blogspot.com

Daur hidupnya mirip dengan T. saginatus, tetapi hospes intermedier (inang perantara) yaitu T. solium pada babi.
1.      Proglotid yang penuh telur keluar melalui feses manusia, kemudian telur infektif keluar dimakan oleh babi.
2.      Telur menetas dalam tubuh babi dan telur dan membentuk Cysticercus celluloses, didalam daging (otot) atau organ lainnya. Orang akan mudah terinfeksi bila memakan daging babi yang kurang masak.
3.      Cysticercus berkembang menjadi cacing cacing muda yang langsung menempel pada dinding intestinum dan tumbuh menjadi dewasa dalam waktu 5-12 minggu. Dimana cacing ini dapat bertahan hidup sampai 25 tahun.
4.      Tidak seperti spesies cacing pita lainnya, T. solium dapat berkembang dalam bentuk cysticercus pada orang.
5.      Infeksi terjadi bila telur berembrio tertelan masuk kedalam lambung dan usus.
6.      Kemudian cacing berkembang menjadi cysticercus di dalam otot.
7.      Cysticerci sering ditemukan dalam jaringan subcutaneus, mata, otak, otot, jantung, hati dan paru.
8.      Kapsul fibrosa mengelilingi metacestoda ini, kecuali bila cacing berkembang dalam kantong mata.
9.      Pengaruh cysticercus terhadap tubuh bergantung pada lokasi cysticercus tinggal. Bila berlokasi di jaringan otot, kulit atau hati, gejala tidak begitu terlihat, kecuali pada infeksi yang berat.  Bila berlokasi di mata dapat menyebabkan kerusakan retina, iris, uvea atau choroid. Perkembangan cysticercus dalam retina dapat dikelirukan dengan tumor, sehingga kadang terjadi kesalahan pengobatan dengan mengambil bola mata. Pengambilan cysticercus dengan operasi biasanya berhasil dilakukan.
 (credit by : Cestoda (Tugas Mikrobiologi) oleh Nurey melalui http:/nureynurey.wordpress.com)

D.    Sumber Penularan
Sumber penularannya antara lain :
1.      Penderita infeksi cacing pita itu sendiri, dimana tinjanya mengandung telur atau proglotid cacing pita.
2.      Hewan terutama babi, dan sapi yang mengandung larva cacing pita.
3.      Makanan/minuman dan lingkungan yang tercemar oleh telur-telur cacing pita.
(credit by : Petunjuk Pemberantasan Taeniasis Di Indonesia oleh http://www.depkes.go.id/taeniasis.pdf)

E.     Cara Penularan
Seseorang dapat terkena infeksi cacing pita yaitu melalui makanan atau minuman tetapi yang paling utama yaitu makanan. Apabila seseorang memakan daging yang mengandung larva, baik yang terdapat pada daging sapi maupun larva yang terdapat pada daging babi. Kemudian larva tersebut akan berkembangbiak menjadi cacing pita dewasa di dalam tubuh manusia.
(credit by : Petunjuk Pemberantasan Taeniasis Di Indonesia oleh http://www.depkes.go.id/taeniasis.pdf)

F.      Sistem Reproduksi
1)      Sistem Reproduksi Jantan :
Biasanya berkembang lebih dahulu (Protandry/Androgyny). Testis dapat 1 (biasanya banyak dan tersebar) kemudian berlanjut ke vasa efferentia.
Vas deferens cirrus (dikelilingi kantong cirrus). Porus genitalis jantan dan betina berdekatan di sinus genitalis di lateral atau ventral proglotid. Fertilisasi dapat terjadi sendiri dalam satu proglotid atau cross (diantara proglotid).
2)      Sistem Reproduksi Betina :
a.       Ovarium biasanya berlobus 2, berlanjut ke oviduct Ootype yang dikelilingi oleh glandula Mehlis Vagina (berbentuk tubulus) mempunyai vesicular seminalis dan berakhir di porus genitalis betina.
b.      Gland Vitelaria merupakan gland kuning telur, biasanya kompak (pada eucestoda) atau folikuler (pada cotyloda).
c.       Uterus, yaitu dari OOtipe akan melanjut ke uterus, yang pada cotyloda uterus ini membuka keluar tempat dimana telur keluar, sedangkan pada eucestoda uterus ini buntu dan bentuknya bermacam-macam setelah  berisi telur, misalnya :
1.      Bentuk uterus menjadi bercabang-cabang ke lateral (contohnya : Taenia).
2.      Uterus berdegeneratisi dan telur sendiri-sendiri/berkelompok terletak dalam proglotid.
3.      Sebelum berdegenerasi uterus membentuk kapsul telur yang melindungi sekelompok telur (contohnya : Dipyllidium caninum) atau terbentuk paruterin organ (contohnya : Familia : Thysanosomidae).
(credit by : Desktop Materi – Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia oleh Isharmanto melalui http://biologigonz.blogspot.com)

G.    Gejala Klinis Secara Umum
Gejala atau tanda terinfeksi cacing pita, antara lain :
1.      Perut terasa mulas dan mual.
2.      Kadang perih dan tajam menusuk-nusuk tetapi akan hilang sesudah makan.
3.      Selain itu muka pucat.
4.      Sering pusing.
5.      Kurang nafsu makan.
6.      Feses berlendir.
(credit by : Desktop Materi – Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia oleh Isharmanto melalui http://biologigonz.blogspot.com)

H.    Diagnosa
1)      Diagnosa pada penderita cacing pita Sapi (Taenia Saginata) yaitu :
Diagnosis tepat ditentukan bila dijumpai proglotid yang penuh telur atau skolek. Proglotid terciri dengan adanya cabang lateral disetiap masing-masing sisi yang mempunyai cabang sekitar 15-20. Tetapi cabang tersebut biasanya sulit terlihat pada proglotid yang lama, sehingga diagnosis lebih akurat bila ditemukan proglotid yang masih baru.
2)      Diagnosa pada penderita cacing pita babi (Taenia Solium) yaitu :
a)      Nyeri ulu hati.
b)      Mencret.
c)      Mual.
d)     Obstipasi.
e)      Sakit kepala.
(credit by : Cestoda (Tugas Mikrobiologi) oleh Nurey melalui http:/nureynurey.wordpress.com).

I.       Pencegahan
1)      Pencegahan pada Taenia Saginata, antara lain :
a)      Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati penderita.
b)      Mencegah kontaminasi tanah dan rumput dengan tinja manusia.
c)      Memeriksa daging sapi, ada tidaknya cysticercus.
d)     Memasak daging sampai sempurna.
e)      Mendinginkan sampai -10 0C sampai 5 hari cycticercus dapat rusak.
2)      Pencegahan pada Taenia Solium, antara lain :
Pencegahan infeksi cacing ini lebih utama yaitu mencegah kontaminasi air minum, makanan dari feses yang tercemar. Sayuran yang biasanya dimakan mentah harus dicuci bersih dan hindarkan terkontaminasi terhadap telur cacing ini.
(credit by : Cestoda (Tugas Mikrobiologi) oleh Nurey melalui http:/nureynurey.wordpress.com).

J.       Penatalaksanaan (Pengobatan)
1)      Pengobatan pada Taenia Saginata, yaitu :
Sejumlah obat telah digunakan untuk pengobatan cacing ini, tetapi obat yang sekarang banyak dipakai adalah Niklosamide.
2)      Pengobatan pada Taenia Solium susah dilakukan, kecuali operasi dengan pengambilan cyste.
(credit by : Cestoda (Tugas Mikrobiologi) oleh Nurey melalui http:/nureynurey.wordpress.com).


Selain pengobatan diatas, dapat juga dilakukan beberapa terapi bagi penderita infeksi cacing pita, antara lain :
a)      Terapi Umum
1)      Istirahat.
2)      Diet.
3)      Medikamentosa
a.       Obat pertama : obat pilihan
1.      Niclosamide : dosis tungga 1×2 gram dikunyah dahulu.
2.      Praziquantel, dosis 10 mg/kg BB/hari dalam 3 kali dosis selama 15 hari, perut
b.      Obat Alternatif :
1.      Mebendazole : dosis 600-1200 mg selama 3-5 hari.
2.      Albendazole :dosis 1×400/hari selama 3 hari.
3.      Paromomisin : 75 mg/kg BB
b)      Terapi Komplikasi : - (tidak ada)
(credit by : Koleksi Artikel Kedokteran dan Jurnal Kesehatan oleh Indonesia Blog Network melalui http://www.infokedokteran.com).











DAFTAR PUSTAKA

Nurey. 20 November 2011. Definisi Cacing Pita (Cestoda) dalam artikel Cestoda (Tugas Mikrobiologi) melalui http://nureynurey.wordpress.com/
(diakses pada tanggal 14 April 2012)

Nurey. 20 November 2011. Patogenitas Taenia Saginata dalam artikel Cestoda (Tugas Mikrobiologi) melalui http://nureynurey.wordpress.com/
(diakses pada tanggal 14 April 2012)

Nurey. 20 November 2011. Diagnosa dan Penatalaksanaan Cacing Pita dalam artikel Cestoda (Tugas Mikrobiologi) melalui http://nureynurey.wordpress.com/
(diakses pada tanggal 14 April 2012)

Nurey. 20 November 2011. Daur Hidup Taenia Solium dalam artikel Cestoda (Tugas Mikrobiologi) melalui http://nureynurey.wordpress.com/
(diakses pada tanggal 14 April 2012)

Isharmanto. 29 Maret 2010. Ciri Cestoda dalam artikel Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia melalui http://biologigonz.blogspot.com/
(diakses pada tanggal 14 April 2012)

Isharmanto. 29 Maret 2010. Klasifikasi Cestoda dalam artikel Soal Biologi Sekolah - Universitas Di Indonesia melalui http://biologigonz.blogspot.com/
(diakses pada tanggal 14 April 2012)

Elgisha. 2010. Daur Hidup Taenia Saginata (cacing pita pada Sapi) dalam artikel Biologi Edukasi melalui http://biologiedukasi.blogspot.com/
(diakses pada tanggal 14 April 2012)

Anonim. 2010. Sumber Penularan dan Cara Penularan Cacing Pita dalam artikel Petunjuk Pemberantasan Taeniasis Di Indonesia melalui http://www.depkes.go.id/taeniasis.pdf
(diakses pada tanggal 14 April 2012)

Indonesia Blog Network. 2010. Diagnosis dan Penatalaksanaan Pada Penyakit Cacing Pita dalam Koleksi Artikel Kedokteran dan Jurnal Kesehatan melalui  http://www.infokedokteran.com/
(diakses pada tanggal 14 April 2012)